Apa Sih RUU Omnibus Law?

Apa Sih RUU Omnibus Law?

Wed, 26 Aug 2020Posted by Admin

Omnibus Law saat ini tengah menjad perbincangan hangat. Terlebih, kemarin (27/8) terjadi demo di beberapa wilayah termasuk Gedung DPR RI terkait penolakan hal ini. Omnibus Law sendiri, menurut Kamus Hukum Merriam-Webster adalah Undang-Undang yang mencakup berbagai isu atau topik. Ia dapat dijadikan rujukan dan mengalahkan Undang-Undang yang ada sebelumnya. tak heran, seringkali disebut dengan sapu jagad.

Baca juga: Viral Antrean Warga Tunggu Sidang Perceraian

Sebetulnya, konsep ini telah diterapkan oleh negara-negara lain sejak lama. Namun, istilah ini baru umum didengar di Indonesia sejak pidato pelantikan Presiden RI Joko Widodo Oktober 2019 lalu. Setidaknya ada tiga hal yang disasar dalam omnibus ini, yaitu RUU Cipta Kerja (Ciptaker), Perpajakan dan UMKM. RUU Ciptakerlah yang sontak menjadi polemik lantaran dinilai tidak  pro kalangan buruh. Adapun beberapa hal dari omnibus law yang menimbulkan kontroversi, yaitu:

Outsource

Jika sebelumnya di UU Nomor 13 tahun 2003 tenaga outsource dapat digunakan di berbagai bidang, kini rawan ketidakpastian dan minim perlindungan. "Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya," tulis RUU Cipta Kerja pasal 66 ayat satu dan dua.

Upah Pekerja

Poin satu ini menjadi poin yang paling menuai kontroversi. Poin ini dinilai terlalu berpihak pada kalangan pengusaha dan buruh dilihat hanya sebagai mesin produksi. RUU Cipta Kerja pasal 88 B menulis bahwa, “Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil”. Aturan terkait upah minimum pun diubah.

Sanksi Bagi Perusahaan

RUU omnibus law menetapkan sanksi administrative bagi pengusaha yang melakukan pelanggaran. "Pemerintah pusat dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam hal Pemerintah Pusat menganggap Pemerintah Daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup," tulis RUU Cipta Kerja pasal 77.