DIbalik Fenomena Jemput Paksa Jenazah Covid-19

DIbalik Fenomena Jemput Paksa Jenazah Covid-19

Wed, 08 Jul 2020Posted by Admin

Penjemputan paksa atau penolakan jenazah Covid-19 adalah hal yang umum terjadi di Indonesia. Dalam beberapa kasus, masa datang beramai-ramai hingga membuat aparat kewalahan. Aksi ini pun sampai mencuri perhatian Presiden RI Joko Widodo dan beliau berharap tidak terulang kembali.

Baca juga: Fakta-Fakta Masker Respirator Yang Viral!

Tak sedikit kasus yang berbuntut pada proses hukum. Salah satu kasus penjemputan paksa terjadi akhir Juni lalu di Ambon. Sebuah peti jenazah diambil paksa dengan membuka pintu ambulans. Akhirnya, 8 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Selain jalur hukum, resiko tertular pun tinggi. Kasus serupa di Surabaya berakhir dengan 4 tersangka positif Covid-19. Salah satunya adalah sang istri yang tengah hamil. Apa sebenarnya yang melandasi warga dalam melakukan hal ini?

Baca juga: Menjadi Perusahaan Swasta Pertama, CT Corp Lakukan Tes Swab Gratis Ke Seluruh Karyawan

Berdasarkan hasil investigasi dari Tim Redaksi TRANS7 yang tayang pada 6 Juli 2020 kemarin, ada dua alasan yang paling umum melatarbelakangi aksi warga. ​​​​​​

Yang pertama adalah stigma negatif akan penyakit ini. Tak dapat dipungkiri, title Positif Covid-19, PDP atau ODP memang memiliki stigma negatif tersendiri. Beberapa kasus pemakaman berdasarkan protokol kesehatan berujung pada gugatan keluarga, seperti di Gowa, Sulawesi Selatan. Keluarga menggugat gugus tugas karena hasil swab dinyatakan negatif, namun karena stigma yang ada, ia dan keluarga terpaksa harus dikucilkan.

Alasan berikutnya adalah karena keluarga ingin jenazah dimakamkan secara layak sesuai dengan agama masing-masing. Masyarakat Islam misalnya. Mereka ingin jenazah dimakamkan sesuai dengan syariat, mulai dari dimandikan, dikafankan hingga disolatkan. Terkait dengan hal tersebut, sebetulnya Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa bahwa pemakaman sesuai dengan protokol kesehatan tidak apa. Namun, petugas medis pun sebisa mungkin menjalankan syariat islam. Mekanismeya disesuaikan dengan kondisi aktual yang terjadi karena mempertajam resiko pun tak dianjurkan.