Indonesia Memasuki 'Pandemic Fatigue'!

Indonesia Memasuki 'Pandemic Fatigue'!

Wed, 24 Mar 2021Posted by Admin

Pandemi covid-19 yang berkepanjangan tak ayal membuat banyak orang merasakan kelelahan secara psikologis. Kelelahan psikologis ini disebut sebagai kelelahan pandemi atau pandemic fatigue.

Seperti yang diketahui, hingga kini pandemi belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Adaptasi baru terus dilakukan selama setahun terakhir demi bertahan hidup di tengah berbagai perubahan.

Namun, penyesuaian terhadap adaptasi baru tak melulu berjalan mulus. Di tengah perjalanannya, banyak orang menghadapi pandemic fatigue, atau kelelahan akan perubahan akibat situasi pandemi.

"Kalau kita ngomongin berapa lama kita bertahan, ada satu titik di mana kita jenuh terhadap perubahan-perubahan yang diminta untuk dilakukan. Itu yang disebut pandemic fatigue," kata Sosiolog Universitas Indonesia, Indira Yasmine  dalam  sebuah webinar.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengartikan pandemic fatigue sebagai kejenuhan terhadap pandemi. Orang merasa jenuh untuk mengikuti hal-hal yang dianjurkan. Kepatuhan pun menjadi tidak konsisten, seperti mulai lalai lalu timbul rasa takut, kemudian patuh lagi, begitu seterusnya.

Menurut Daisy, Indonesia sudah masuk dalam gelombang pandemic fatigue. Protokol kesehatan sulit dipertahankan karena orang Indonesia cenderung mengutamakan relasi keluarga dan kegembiraan. Tak heran jika sebagian besar mengeluh susah liburan dan melaksanakan ibadah di tempat ibadah.

Daisy berkata, pandemic fatigue bisa dialami siapa pun. Kondisi ini dipengaruhi oleh emosi, pengalaman, dan persepsi selama proses adaptasi.

Daisy memberikan contoh. Misalnya saja, adaptasi yang berlangsung lancar saat ada anggota keluarga yang terpapar. Sedangkan saat belum ada yang terpapar, protokol kesehatan cenderung longgar.
​​​​

Cara Mengatasi Pandemic Fatigue

Jika Sobat7 merasa mengalami kejenuhan sejenis ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar pandemic fatigue tidak terlalu berlarut-larut.

Pertama, pemerintah disarankan membuat regulasi yang berfokus pada manusia atau masyarakat. Kebijakan dibuat berbasis data dan tidak bisa dipukul rata.

Kedua, penting juga untuk menekankan community based solution. Artinya, melibatkan anggota masyarakat dalam penyesuaian terhadap situasi pandemi. Di sini diperlukan adanya keterbukaan dan perubahan gaya hidup.

Terakhir yang tak kalah penting adalah membangun ketahanan keluarga agar bisa bertahan dan beradaptasi.

"Caranya, mengurangi sumber beban yang negatif [stres], menambah sumber yang positif misal relasi yang suportif dan responsif, dukungan komunitas, ketetanggaan, memelihara relasi dengan anggota keluarga, memindahkan titik tumpu," jelasnya.