Menyerupai Gunung, Ternyata Ini Filosofi Nasi Tumpeng!
Tue, 22 Feb 2022Posted by AdminDi setiap perayaan atau syukuran di Indonesia khususnya Jawa pasti menghidangkan nasi tumpeng yang terbuat dari nasi kuning dilengkapi dengan berbagai lauk pauk yang lengkap disekelilingnya.
Namun ternyata dibalik kenikmatan nasi tumpeng itu tersendiri terdapat filosofi yang indah.
Nasi tumpeng merupakan bentuk representasi hubungan antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan sesamanya.
Sesuai informasi yang dikatakan dosen Sastra Jawa di Universitas Indonesia, Dr. Ari Prasetiyo, S.S., M.Si mengatakan bahwa manusia memahami konsep Ketuhanan sebagai sesuatu yang besar tinggi dan berada di puncak.
Masyarakat Jawa melambangkan gunung sebagai tempat yang dekat dengan langit dan surga. Dimana, mereka memposisikan Tuhan pada tempat yang tertinggi yang menguasai alam dan manusia.
Semua yang berasal dari Tuhan akan kembali ke Tuhan, ‘sangkan paraning dumadi, mulih ing mulanira’ yang merupakan isttilah dalam konsep Jawa.
Maka dari itu nasi tumpeng berbentuk nasi yang mengerucut dan menjulang tinggi sesuai dengan bentuk puncak gunung atau konsep Ketuhanan.
Bentuk tersebut juga dipercaya mengandung harapan agar hidup kita semakin naik dan memperoleh kesejahteraan yang tinggi.
Nasi tumpeng yang memiliki kepanjangan ‘yen metu kudu mempeng’ yang artinya kalau keluar harus bersemangat memiliki lauk pauk sebagai pelengkapnya.
Lauk pauk tersebut juga memiliki filosofi tersendiri. Dimana, lauk yang ada di tumpeng berjumlah tujuh yang dalam Bahasa Jawa berarti pitu. Makna dari putu adalah pitulungan atau pertolongan.