Apa Yang Membuat Pasien COVID-19 Kena Badai Sitokin?

Apa Yang Membuat Pasien COVID-19 Kena Badai Sitokin?

Mon, 30 Aug 2021Posted by Admin

“Badai sitokin” kini jadi perbincangan hangat, lantaran disebut-sebut rentan dialami oleh pasien Covid-19. Beberapa waktu lalu, Influencer ternama Deddy Corbuzier mengungkapkan dirinya terinfeksi Covid-19 dan mengalami kondisi tersebut. Selain Deddy, Raditya Oloan juga mengalami kondisi ini sampai meninggal dunia.

Belakangan ini muncul banyak pertanyaan dari masyarakat mengenai badai sitokin ini, mulai dari siapa saja yang punya kans terkena kondisi ini, apa penyebabnya, apa ada kondisi tertentu yang membuat seseorang rentan, dan lain sebagainya. Beberapa pertanyaan umum seperti itu dijawab oleh Dokter spesialis penyakit dalam, dr Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD-KP melalui kanal YouTube Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jumat (27/8/2021).

Apa itu badai sitokin?

dr Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD-KP menjelaskan badai sitokin berasal dari dua kata, yaitu cyto (sel) dan kine (kinetik atau pergerakan). Pada kondisi normal, sitokin adalah protein yang dilepaskan sel kekebalan sebagai 'senjata' sehingga timbul peradangan. Pada pasien yang mengalami badai sitokin, beberapa sel dalam tubuh akan mengalami kerusakan, walaupun sebenarnya kondisi itu juga dapat berfungsi sebagai peredam. Kondisi itu kemungkinan dapat berlangsung selama 40 hari dan dapat menyerang pada semua organ.

"Ada yang kemudian meningkat tinggi sehingga ibaratnya kalau perang, bomnya banyak. Yang salah, juga terlalu rendah. Ada informasi untuk menarik mundur pasukan, padahal musuhnya lagi banyak-banyaknya di medak tempur. Itu yang membuat keadaan pasien menjadi buruk," terangnya.

Siapa yang paling rentan terkena badai sitokin?

Mengacu pada kasus badai sitokin pada pasien Covid-19, dr Ceva menyebut faktor penyebab badai sitokin adalah umur. Badai sitokin banyak dialami pasien Covid-19 berusia sekitar 55-65 tahun, meskipun hingga kini belum ada alat khusus untuk memprediksi risiko badai sitokin. Ia mengingatkan, semakin dewasa orang, semakin besar kemungkinan terkena badai sitokin.

"Mungkin itu disebabkan karena semakin usia, kemampuan sel kekebalan kita untuk cerdas meregulasi respons imunnya itu semakin agak kacau," lanjut dr Ceva.

Bagaimana cara mencegah badai sitokin pada pasien Covid-19 bergejala berat?

Pada pasien Covid-19 bergejala berat yang menjalani perawatan di rumah sakit, umumnya dilakukan pemeriksaan sebelum pulang ke rumah termasuk sitokin. Artinya, orang yang sudah sembuh dari Covid-19 tidak perlu melakukan pencegahan atau pemeriksaan khusus terkait risiko badai sitokin.

"Misal seseorang klinis fisik, perasaan, tampak oleh mata jelas-jelas dia sudah perbaikan, mestinya sih tidak terjadi badai sitokin," ujarnya.

"Kalau sudah menurun apalagi kalau diperiksa serial 2 kali atau 3 kali pemeriksaan kemudian menurun, kita bisa lihat bahwa umumnya tidak akan terjadi bergelombang," lanjut dr Ceva.

Lebih lanjut, dijelaskan bahwa pasien dengan sistem kekebalan tubuh cenderung lebih reaktif punya kecenderungan terkena badai sitokin. Namun apakah kita benar-benar tahu seberapa aman kita dan keluarga terdekat kita, jika terjangkit kondisi tersebut?

Lebih baik kita kurangi resiko dan turut bahu membahu memutus rantai penularan Covid-19 ini dengan mengikuti program vaksinasi pemerintah dan tentunya tetap mematuhi protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi, interaksi).