Banyak Dokter Magang Curhat Kena Bullying: Budaya Perpeloncoan Dokter Spesialis

Banyak Dokter Magang Curhat Kena Bullying: Budaya Perpeloncoan Dokter Spesialis

Tue, 02 May 2023Posted by Admin

Kasus penganiayaan dokter muda atau koass di Lampung menjadi pemicu kebanyakan dokter muda mulai terbuka menceritakan pengalaman selama menjadi dokter magang atau residen. 

Seorang dokter asal jawa memutuskan untuk resign setelah tak tahan menjadi korban perundungan. Saat menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau dokter residen, ia kerap mendapatkan kekerasan verbal hingga psikis sampai mengganggu kejiwaannya.

"Saya dokter umum dari Jawa, mantan residen, mantan mahasiswa PPDS, calon dokter spesialis, yang per tahun 2023 ini terpaksa mengundurkan diri dari PPDS karena saya mengalami kejadian bullying cukup parah dan terus menerus," curhatnya langsung ke Menkes, seperti yang disiarkan di YouTube @Asclepio Masterclass, dikutip detikcom Minggu (20/4/2023).

Budaya perpeloncoan yang tinggi di kalangan dokter residen sangat di luar batas wajar. Bahkan ada aturan tak tertulis bahwa junior harus menuruti apapun perintah senior.

Para residen juga disuruh menjemput senior jam dua pagi di airport atau bandara. Karenanya, dokter tersebut memilih berhenti menjalani PPDS setelah dirinya juga disebut mengidap post traumatic stress disorder (PTSD).

"Saya akhirnya memutuskan untuk keluar dari PPDS karena kesehatan fisik dan mental saya terganggu, bahkan saya juga rutin konseling sama dokter dan psikiater karen PTSD, gangguan cemas," tutupnya.

 

Ramai-ramai Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) banyak mendapat laporan perundungan.

Juru bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril mengatakan pasal anti-perundungan masuk dalam RUU Kesehatan.

Pasal 208E poin d menyebut peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan termasuk dari perundungan.

Selain itu, pasal 282 ayat 2 juga mengatur bahwa dokter dan tenaga kesehatan dapat menghentikan pelayanan saat menghadapi kondisi tertentu termasuk bullying.

"Tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan Pelayanan Kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan," tulis aturan tersebut.

dr Syahril menjelaskan pentingnya mengeliminasi bullying agar sistem pendidikan para PPDS dapat berjalan sesuai etika, meritokrasi dan profesionalitas disaat negara sedang krisis kekurangan jumlah dokter spesialis.

"Kita harus mempermudah program pendidikan spesialis. Masuknya harus murah, tidak susah dan harus berdasarkan meritokrasi bukan karena "rekomendasi". Dan jika sudah masuk tidak mengalami hambatan-hambatan non-teknis," pungkasnya.