Jangan Senang Dulu! Ternyata Begini Penjelasan Lengkap Skripsi Yang Bukan Lagi Syarat Lulus S1

Jangan Senang Dulu! Ternyata Begini Penjelasan Lengkap Skripsi Yang Bukan Lagi Syarat Lulus S1

Thu, 31 Aug 2023Posted by Admin

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah menegaskan bahwa ia tidak pernah menghapus persyaratan skripsi sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa. Ia menjelaskan bahwa keputusan mengenai kebijakan tersebut dibiarkan pada setiap perguruan tinggi.

Pernyataan ini diungkapkan oleh Nadiem saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, pada Rabu (30/8/2023).

"Saya akan berusaha menjelaskan apa yang bisa saya sampaikan saat ini, dan untuk pertanyaan selanjutnya akan kami jawab secara tertulis. Saya ingin menegaskan kembali agar tidak ada persepsi yang salah, bahwa yang diberitakan di berbagai media bahwa Kemendikbudristek telah menghapus persyaratan skripsi adalah tidak benar," ujar Nadiem usai sesi tanggapan dari berbagai fraksi DPR dalam rapat.

Nadiem menjelaskan bahwa kebijakan mengenai persyaratan skripsi tidak diwajibkan di semua perguruan tinggi. Sebaliknya, ia berharap agar syarat kelulusan mahasiswa menjadi hak yang ditentukan oleh masing-masing kampus.

"Tetapi saya ingin mengklarifikasi, mari kita tidak terburu-buru dalam bersukacita karena kebijakan ini sebenarnya telah diserahkan kepada perguruan tinggi, seperti halnya di negara-negara lain," tambahnya.

"Jadi, kami sedang melakukan koreksi, memberikan kebebasan kepada setiap perguruan tinggi, fakultas, dan program studi untuk merumuskan bagaimana cara mereka mengatur status kelulusan mahasiswa. Jika sebuah perguruan tinggi merasa bahwa persyaratan skripsi masih diperlukan, atau mungkin syarat lainnya, maka itu adalah hak mereka. Jadi, jangan lupakan aspek reformasi," sambungnya.

Nadiem juga mengindikasikan bahwa kebijakan serupa juga dapat diterapkan bagi mahasiswa program magister dan doktoral. Ia berharap agar berbagai pihak tidak salah memahami kebijakannya ini.

"Untuk mahasiswa program magister dan doktoral, persyaratan tugas akhir masih berlaku, tetapi kepala program studi dapat menentukan bahwa tugas akhir dapat diwujudkan dalam bentuk yang berbeda, bukan hanya tesis, tetapi juga proyek. Oleh karena itu, mari tidak terlalu terburu-buru dalam meresponsnya. Saya harap ini bisa dievaluasi dengan seksama. Keputusan ini adalah hak masing-masing perguruan tinggi. Hal yang sama juga berlaku untuk publikasi jurnal ilmiah," terangnya.

Nadiem berpendapat bahwa perubahan menjadi opsionalnya persyaratan skripsi dan publikasi jurnal tidak akan mengurangi kualitas mahasiswa. Ia justru menekankan peran penting perguruan tinggi dalam mengenai kualitas pendidikan mahasiswa mereka.

"Oleh karena itu, kami menerima banyak masukan mengenai hal ini, terutama tentang bagaimana hal ini mungkin mempengaruhi kualitas program doktoral. Namun, dengan tegas, di negara-negara maju dengan riset unggul di seluruh dunia, keputusan ini adalah hak perguruan tinggi, bukan keputusan pemerintah. Jadi, saya hanya ingin menegaskan bahwa jika ada kritik yang menganggap kebijakan ini merendahkan kualitas, itu adalah pendapat yang keliru. Tanggung jawab untuk menjaga kualitas haruslah ditanggung oleh perguruan tingginya," tandasnya.