Rantang, Wadah Makan Bersejarah
Tue, 06 Oct 2020Posted by AdminKata rantang pasti bukan menjadi hal yang asing didengar. Sebelum kotak makan yang popular sekarang ini, masyarakat mengenal wadah penyimpanan tersebut dengan nama rantang. Benda yang dekat hubungannya dengan piknik dan ibu-ibu ini sebetulnya adalah barang yang ramah lingkungan dan sustainable.
Tak disangka, rantang ternyata memiliki sejarah yang panjang. Dalam Bahasa Inggris, rantang disebut dengan tiffin carrier. Sedangkan di India, ia disebut sebagai dabbas. Di kedua negara tersebut, fungsinya tetap sama, yaitu sebagai wadah untuk makan siang. Dari India, rantang menyebar ke Indonesia, Malaysia dan Singapura. Hingga akhirnya menjadi hal yang umum dimiliki oleh masyarakat Asia Tenggara sejak 1950an.
Rantang di Hungaria dikenal dengan nama ehordo. Di Hungaria, umumnya rantang digunakan sebagai wadah makan yang disediakan restoran saat take away. Jika di Jerman, ia dikenal sebagai Henkelmann dan terkenal pada tahun 1960an, walaupun kini sudah jarang digunakan. Di Thailand, masyarakat menyebutnya dengan Pin To. China Hokkien menyebutnya dengan Uann Tsan dan negara-negara Arab mengenalnya dengan Safartas. Masyarakat Turki mengenalnya dengan mangkuk perjalanan.
Keunikan dari rantang tidak hanya dari motifnya saja, namun juga bentuknya. Umumnya, ia dikenal bertingkat dan berbahan besi dengan pegangan kayu atau plastik. Jika diusut lebih jauh, sebetulnya rantang berawal dari tumpukan kukusan dimsum yang dimodifikasi. Biasanya, wadah paling bawah digunakan untuk tempat nasi, lalu atasnya untuk sayur dan kemudian lauk.
Kini, bahan dasar rantang telah bervariasi. Bahkan, bentuknya pun lebih sederhana sehingga tidak perlu repot-repot lagi. Rantang saat ini justru lebih banyak digunakan untuk wadah makanan di restoran atau hotel berbintang. Tentu dengan dasar keunikan dan sustainable nya. Di Restoran Nusantara by Locavore yang bertepat di Raffless Hotel Jakarta misalnya, ia menggunakan rantang untuk mewadahi beberapa menu makanan dan pilihan untuk pesan antar.