10 Jawaban Pemprov DKI Soal Rapor Merah

10 Jawaban Pemprov DKI Soal Rapor Merah

Mon, 25 Oct 2021Posted by Admin

Pemprov DKI Jakarta selesai mempelajari rapor merah empat tahun kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan dari LBH Jakarta. Setidaknya ada sepuluh poin sorotan LBH Jakarta yang dijawab oleh Pemprov DKI.

"Sebelumnya, kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada LBH Jakarta atas laporan yang diberikan, karena ini juga sebagai wujud demokrasi di negara kita," kata Asisten Sekda Bidang Pemerintahan Sigit Wijatmoko dalam keterangannya, Minggu (24/12/2021).
Berikut ini penjelasan Pemprov DKI:

  1. Kualitas Udara

LBH Jakarta menyoroti buruknya kualitas udara Jakarta yang diklaim melebihi baku mutu udara ambien nasional (BMUAN).  Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di Jakarta, konsentrasi rata-rata tahunan polutan udara untuk parameter SO2, NO2 dan CO masih berada di bawah BMUA Tahunan. Sedangkan untuk parameter PM10, PM2,5 dan Ozon (O3) di atas BMUA, tetapi mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun.

Selain itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menerbitkan Ingub Nomor 66 Tahun 2019 tentang pengendalian kualitas udara yang mengatur 7 rencana aksi. Pertama, peremajaan bus kecil, sedang dan besar, di mana tidak diperbolehkan lagi angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun untuk beroperasi di Jakarta. Kedua, adanya rekayasa lalu lintas melalui ganjil-genap, penerapan ERP (electronic road pricing) dan tarif parkir.

Ketiga, melakukan uji emisi; keempat, migrasi ke transportasi umum; kelima, inspeksi setiap enam bulan sekali dan memperketat pengendalian polutan pada cerobong industri aktif; serta keenam, memasifkan penghijauan dan ketujuh mendorong penggunaan energi terbarukan.

Terakhir, Pemprov DKI Jakarta sedang menyusun Grand Design Pengendalian Pencemaran Udara (GDPPU) sebagai dokumen strategis dan peta jalan pengendalian kualitas udara. Hal ini sebagai tindak lanjut putusan pengadilan atas gugatan warga negara terhadap kualitas udara di Jakarta.

  1. Akses Air Bersih

LBH mengungkit sulitnya akses air bersih akibat swastanisasi air di Jakarta. Sigit menjelaskan, saat ini Pemprov DKI telah mengakhiri kontrak perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dengan mitra swasta per Januari 2023 mendatang.

Tak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan upaya-upaya untuk memperluas akses air bersih dengan harga terjangkau dengan menerbitkan Pergub No. 16 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyambungan dan Pemakaian Air Minum.

Pemprov DKI Jakarta pun telah menerbitkan Pergub No. 45 Tahun 2021 tentang Pemberian Subsidi Penyediaan dan Pelayanan Air Minum untuk mewujudkan pelayanan air minum yang lebih berkualitas dengan harga terjangkau. Ada pula Pergub No. 57 Tahun 2021 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO) Air Minum, sehingga tarif air turun bagi warga Kepulauan Seribu.

Selain itu, pajak air tanah ditetapkan lebih mahal 2-3 kali dari tarif air minum perpipaan. Penurunan muka tanah dalam 4 tahun terakhir pun mengalami perlambatan.

  1. Penanganan Banjir

Pemprov DKI mengklaim penanganan banjir di Ibu Kota saat ini jauh lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya. Pemprov DKI Jakarta juga mengupayakan berbagai program yang tidak berorientasi pada betonisasi, seperti program Gerebek Lumpur dengan mengintensifkan pengerukan pada selokan, kali, situ, waduk, lalu membuat olakan-olakan, memperbaiki saluran air, mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan Blue and Green, yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara saat intensitas hujan tinggi, penyediaan alat ukur curah hujan, dan perbaikan pompa.

Pemprov DKI Jakarta menyiagakan pompa sepanjang tahun di 178 lokasi rumah pompa. Pemprov DKI Jakarta juga menambahkan ruang terbuka hijau yang turut menjadi kawasan serapan air hujan, yang mana tahun ini ditargetkan ada 12 taman baru untuk melengkapi 57 Taman Maju Bersama (TMB) yang sudah ada. Pemprov juga membangun drainase vertikal untuk membantu penyerapan air ke tanah dan menampung cadangan air bersih. Saat ini, drainase vertikal yang telah dibangun oleh Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta di tahun 2021 hingga bulan September sebanyak 6.967 titik, tersebar di 5 kota administrasi.

Pemprov DKI Jakarta juga menerapkan mekanisme pajak tanah untuk membatasi penyedotan air tanah. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta turut melakukan naturalisasi sungai dan waduk sesuai Pergub No. 31 Tahun 2019.

  1. Penataan Kampung Kota

Pemprov DKI Jakarta melakukan penataan kampung kota melalui pendekatan community action plan yang melibatkan ahli hukum dan perumahan untuk membantu merumuskan skema pengelolaan dan pemanfaatan sesuai kebutuhan warga. Serta warga di lingkungan tersebut juga memberikan masukan atas desain hunian.

Mekanisme perumusan skema pemanfaatan dan pengelolaan kampung susun pun dilakukan sesuai kesepakatan bersama warga. Saat ini, Anies telah meresmikan tiga kampung kota yang diperuntukkan bagi warga korban gusuran.

  1. Reklamasi

Sigit menegaskan pembangunan 13 pulau reklamasi telah dihentikan. Bahkan, sebagian besar gugatan dari pihak pengembang telah dimenangi oleh Pemprov DKI.

"Pulau-pulau yang sudah terbangun dikelola untuk kepentingan publik, yang mana 65% lahan dikelola oleh Pemprov DKI melalui BUMD. Untuk itu dibuatlah Pergub 58/2018 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Pantai Utara. Pergub tersebut mengatur tentang pengawasan dan monitoring terhadap perizinan, serta pengelolaan pulau yang sudah terbangun," terangnya.

Sementara itu, bagi pulau yang belum terbangun telah dilakukan pencabutan izin karena adanya efek biotechnic gas dan blank zone yang dapat membahayakan lingkungan, serta mencegah terjadinya dampak penurunan muka air tanah di Jakarta pada masa yang akan datang.

Pemprov DKI Jakarta juga meyakini, LBH Jakarta ingin menghadirkan keadilan, seperti halnya keinginan Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan-kebijakan yang dihadirkan. Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta terbuka untuk berkolaborasi secara substantif. Selain itu, tindakan yang belum sesuai standar yang telah disampaikan LBH Jakarta,akan menjadi catatan ke depannya, untuk terus melakukan perbaikan baik institusional maupun prosedural melalui produk hukum Pemprov DKI Jakarta.

  1. DP Nol

Visi program hunian Jakarta adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan hunian layak dengan berbagai skema. Menanggapi laporan LBH Jakarta mengenai bagai khayalan bertempat tinggal di Jakarta, Pemprov DKI menegaskan untuk berupaya mewujudkan visi tersebut.

Sigit menjelaskan, penyediaan hunian layak bisa dilakukan dengan berbagai skema. Salah satunya melalui skema DP Nol.

  1. Ancaman Masyarakat Pulau Kecil

Pemprov DKI berkomitmen melindungi warga pesisir dan pulau-pulau kecil, salah satunya dengan mencabut dua Raperda tentang reklamasi. Yaitu, Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

Tertulis di dalam laporan LBH Jakarta, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan RZWP3K DKI tidak disusun berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Sigit menegaskan, rancangan dokumen RZWP3K sudah mendapatkan validasi KLHS dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui surat tertanggal 9 April 2019.

Pada RZWP3K (dan ditetapkan melalui Kepgub 601/2019), telah dialokasikan kawasan konservasi Daerah Perlindungan Laut-Berbasis Masyarakat (DPL-BM) seluas 213 hektare yang pengelolanya adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat pesisir.

Kemudian, tertulis juga dalam laporan tersebut, RZWP3K disusun tanpa adanya Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K) dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Hal ini perlu diluruskan.

  1. Penanganan Pandemi COVID-19

Pemprov DKI menegaskan secara optimal dan berupaya maksimal untuk utamakan keselamatan warga dari risiko paparan COVID-19. Tertulis di laporan LBH Jakarta, pada Juni-Juli 2021 di mana varian delta memicu terjadinya gelombang kedua pandemi COVID-19, angka testing DKI Jakarta masih jauh dari standar yang ditetapkan.

Faktanya, LBH sendiri dalam laporannya menyatakan bahwa jumlah tes di Jakarta adalah 25-35 ribu per hari. Artinya, jumlah tes di Jakarta jauh berlipat di atas standar WHO. Demikian juga untuk persyaratan jumlah tes yang ditetapkan oleh Inmendagri, Jakarta selalu melampauinya. Data ini bisa terlihat terbuka di situs.

Kemudian, tertulis di laporan tersebut, pada pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) DKI Jakarta menjadi salah satu provinsi pertama yang menerapkannya. Hal ini dianggap membahayakan keselamatan anak. Sebab, tidak ada syarat vaksinasi bagi warga sekolah dan saat positivity rate masih di atas 5% serta penegakan aturan yang buruk.

Perlu diluruskan, PTMT di DKI Jakarta dimulai serta persyaratan tidak mewajibkan vaksinasi sudah sesuai arahan Kemendikbud dan level PPKM di DKI Jakarta sudah masuk level yang memperbolehkan PTMT. Pada 30 Agustus 2021, positivity rate kasus baru harian sebesar 2,5 persen dan positivity rate kasus baru mingguan sebesar 3,8 persen bukan di atas 5 persen seperti yang terlihat di https://corona.jakarta.go.id/data-pemantauan. Jakarta menerapkan PTMT secara bertahap dengan syarat dan tahapan persiapan tambahan melebihi yang direkomendasikan oleh Kemendikbud.

Selain itu, melakukan asesmen ulang kepada sekolah-sekolah, membentuk satgas COVID-19 di sekolah, pendataan kondisi medis peserta didik, orang tua/wali, dan riwayat kontak terkonfirmasi COVID-19 secara berkala. Serta memberikan sosialisasi, arahan, pendampingan, dan supervisi dari dinas pendidikan kabupaten/kota.

  1. Penggusuran Paksa

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjawab rapor dari LBH Jakarta soal penggusuran. Menurutnya, penggusuran di era Gubernur Anies Baswedan tidak mencederai HAM dan sesuai aturan.

Sigit menyebut, pelanggaran aturan yang dimaksud seperti kegiatan usaha atau sejenisnya yang dapat mengakibatkan bencana di wilayah sekitar, seperti permukiman yang dapat menghambat saluran air sehingga akibatkan banjir.

Terkait dengan bentuk-bentuk permasalahan struktural yang disebutkan dalam laporan LBH Jakarta, terdapat sejumlah hal yang perlu diluruskan, yaitu dalam hal diskriminasi administrasi yang dialami oleh warga Kebun Sayur, dapat diinformasikan bahwa perlakuan tersebut bukan dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, terlebih Perum PPD adalah BUMN. Dalam hal maladministrasi atas penerbitan SHM dan SHGB seperti yang terjadi pada Pulau Pari, dapat disampaikan bahwa penerbitan SHM dan SHGB adalah kewenangan dari Kantor Pertanahan dan BPN, bukan di Pemprov DKI Jakarta.

Kemudian, terkait laporan adanya penggunaan kekuatan pihak ketiga dalam melakukan intimidasi dan kekerasan seperti yang terjadi kepada warga Pancoran Buntu II, dapat diinformasikan bahwa tidak ada aparat Pemprov DKI Jakarta yang terlibat dalam kejadian di Pancoran tersebut. Sementara itu, terkait adanya peraturan kepala daerah yang melegitimasi tindakan penggusuran paksa seperti yang diatur dalam Pergub DKI Jakarta No. 207 Tahun 2016, saat ini sedang dalam pembahasan untuk proses perbaikan regulasi.

  1. Bantuan Hukum

Menanggapi laporan LBH Jakarta mengenai dukungan bantuan hukum, Pemprov DKI menegaskan senantiasa terbuka memberikan dukungan bantuan hukum kepada siapa pun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun, dalam laporan LBH Jakarta yang menilai Pemprov DKI Jakarta tidak serius dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum, perlu ada yang diluruskan. Laporan LBH menuliskan PP 43/2016 harus dipatuhi dalam pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum. Namun, PP 43/2016 mengatur tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Krakatau Steel Tbk.

Sigit menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta telah memiliki Perda 4/2013 tentang Kesejahteraan Sosial yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. PP tersebut menyebutkan bahwa sumber pendanaan bantuan hukum di daerah dialokasikan dalam APBD.