Alam Teman Suku Kombai
Mon, 30 Dec 2019Posted by AdminKekayaan alam Indonesia tersebar dari ujung Sumatera sampai ujung Papua. Kali ini, Claresta Taufan bersama Tim Jejak Petualang TRANS7 menjelajah bumi Papua, tepatnya di Boven Digoel untuk mengunjungi Suku Kombai. Suku ini tinggal di pedalaman Papua dan alam adalah bagian dari kehidupan masyarakatnya. Tradisi pun masih amat kental mengalir di suku ini. Tak heran, kebiasaan berburu dan meramu menjadi keseharian mereka.
Sejak kecil, masyarakat Suku Kombai telah diajarkan untuk bertahan hidup dengan cara berburu. Termasuk di dalamnya adalah membuat alat-alat berburu seperti busur dan panah. Anak-anak kecil Suku Kombai sangat lihai dalam membuat alat tersebut. Untuk panahnya, mereka menggunakan daun sagu, sedangkan busurnya dari kayu palem dan talinya dari rotan. Busur panah ini mereka gunakan untuk berburu belalang, cicak ataupun kadal.
Berburu dilakukan oleh masyarakat Kombai untuk melengkapi asupan hewani mereka. Belalang dan cicak misalnya, kedua hewan ini kaya akan protein. Bahkan di Jepang, daging cicak telah dikembangkan sebagai obat penyakit pernapasan dan baik untuk penyembuhan penyakit kulit. Hewan-hewan ini kemudian dibakar dengan cara dibungkus daun sagu. Mereka memakannya bersama dengan sagu.
Kedatangan Claresta Taufan dan Tim Jejak Petualang TRANS7 bertepatan dengan matangnya buah biriamu atau buah kuning. Tanaman satu ini memiliki rupa mirip dengan pohon pandan dengan tinggi sampai 16m. Bentuk buahnya mirip dengan sukun, namun lebih panjang. Buah satu ini baik untuk metabolisme tubuh, mencegah anemia dan hepatitis b serta kaya akan sifat anti kanker. Buah ini hanya panen selama dua kali dalam setahun, yang pertama di bulan Juni-Agustus dan yang kedua di bulan November-Januari.
Alam memang adalah sahabat bagi Suku Kombai. Tak hanya memanfaatkan alam sebagai asupan makanan, barang-barang yang mereka gunakan pun berasal dari alam. Selain alat berburu tadi, pisau pun mereka buat dari tulang binatang. Setelah buah kuning dipotong dengan pisau, kulitnya dipisahkan dari tulang dalamnya. Yang dikonsumsi dari buah kuning ini adalah kulitnya, bagian dalamnya hanya tulang dan dibuang. Buah ini dapat dikonsumsi langsung atau diekstrak menjadi saus.
Ada beberapa cara yang biasa dilakukan oleh Suku Kombai dalam mengolah buah kuning. Yang pertama direbus selama kurang lebih satu jam. Atau dibungkus dengan daun sagu dan dibakar. Setelah itu, kulit buah kuning diambil sarinya dan ditaruh di atas sagu yang telah dibakar. Rasa dari buah kuning ini mirip dengan labu, sangat enak disantap dalam keadaan panas.
Tak hanya berburu dan bercocok tanam, mereka pun memanfaatkan alam sebagai obat dengan mengolah tanaman obat yang tersedia. Keanekaragaman hayati Indonesia sendiri menempati posisi ke-2 setelah Brazil, tak heran tanaman obat pun mudah untuk ditemukan. Biasanya, mereka akan mengambil getah yang berwarna putih dan menempel dibagian batang ataupun bawah pohon. Getah atau resin tersebut kemudian dicampur dengan air dan diratakan ke bagian tubuh yang ingin diobati. Cara ini dapat mengobati batuk, pilek, pegal-pegal dan pusing. Mirip dengan minyak angin namun memberikan sensasi dingin.
Jejak Petualang tayang setiap hari Selasa dan Rabu pukul 14.15 WIB.