Guru Di Batang Diduga Perkosa 45 Siswi. Modusnya Tes Keperawanan Dalam Seleksi OSIS

Guru Di Batang Diduga Perkosa 45 Siswi. Modusnya Tes Keperawanan Dalam Seleksi OSIS

Fri, 09 Sep 2022Posted by Admin

Guru agama SMP Negeri di Kabupaten Batang berinisial AM (33) mencabuli 45 korban pencabulan.

Dari hasil identifikasi, ada 10 siswi yang menjadi korban pemerkosaan dan sekitar 35 siswi menjadi korban pencabulan.

Korban juga bermacam-macam mulai dari kelas 7, 8 dan 9," kata Direskrimum Polda Jateng Kombes Djuhandani Rahardjo Puro, Rabu (7/9/2022).

AM juga merupakan pembina OSIS. Jabatan ini digunakan sebagai modus bagi para siswi yang ingin masuk menjadi pengurus OSIS. Syaratnya tes keperawanan dan tes kejujuran.

Tersangka memilih tiga tempat di sekolah untuk melancarkan aksinya. Ketiga tempat itu adalah ruang OSIS, gudang mushala, dan ruang kelas.

Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan tersangka melakukan aksi asusila tersebut sejak tahun 2020 hingga 2022.

"Terakhir tersangka melakukan perbuatan asusila tersebut setelah upacara 17 Agustus 2022," jelasnya kepada awak media di Mapolda Jateng, Rabu (7/9/2022).

 

Saat ini polisi masih melakukan penyelidikan di sekolah-sekolah lain sebelum tersangka mengajar di Kabupaten Batang.

"Sebelumnya tersangka juga pernah mengajar di SD dan SMP di luar Batang tapi belum ada laporan," papar dia.

Ada berapa barang bukti yang telah diterima polisi. Seperti, surat keterangan visum et repertum (VER), pakaian korban, dan pakaian tersangka.

Atas perbuatannya tersangka diancam dengan Pasal 82 ayat (2) dan 81 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal penjara paling lama 15 tahun ditambah 1/3 karena pelaku adalah guru korban.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto telah memantau kondisi para siswi yang menjadi korban pencabulan. Mereka telah diberikan fasilitas trauma healing untuk pemulihan psikis mereka. Perkembangannya sangat baik. Para korban sudah bisa berinteraksi selayaknya anak di usia mereka.