Masalah Polusi Ibu Kota
Mon, 05 Aug 2019Posted by AdminUdara Jakarta beberapa hari terakhir sedang ramai diperbincangkan. Bukan karena kian nyaman untuk dihirup, melainkan karena kualitasnya yang semakin memburuk. Kualitas udara ini diukur berdasarkan besarnya jumlah 6 jenis polutan utama di udara. Polutan utama ini adalah karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida dan ozone permukaan tanah.
Kualitas udara atau air quality index (AQI) kemudian diukur oleh Air Visual. Angkanya sendiri dimulai dari 0 sampai 100 dan terbagi menjadi 6 kategori, mulai dari bagus hingga berbahaya. Berdasarkan data Air Visual, Kota Jakarta saat ini menduduki urutan ke-4 di dunia dengan angka AQI 153 dan tergolong tidak sehat. Dubai (Uni Emirat Arab) menempati posisi pertama yang kemudian disusul dengan Delhi (India) dan Santiago (Chile). AQI Jakarta dalam waktu 24 jam selalu berubah-ubah bergantung pada aktivitas masyarakatnya di luaran, jam-jam sibuk seperti di pagi hari (04.00-10.00 WIB) dan malam hari (19.00-22.00 WIB) selalu menjadi jam dengan angka AQI tertinggi.
Memburuknya udara Jakarta selain karena musim kemarau juga diakibatkan oleh asap kendaraan bermotor, emisi asap pabrik dan banyaknya proyek perbaikan trotoar yang sedang berlangsung di Jakarta. Pemerintah sebetulnya sudah memberikan solusi bagi permasalahan ini. Diantaranya seperti himbauan untuk beralih ke transportasi umum, cek uji emisi kendaraan secara berkala, pengawasan terhadap pembuangan emisi pabrik industri dan pelarangan pembakaran sampah.
Menurut BMKG, udara di Jakarta akan terus memburuk selama musim kemarau berlangsung karena kurangnya partikel air alami yang dapat mengurai pembuangan dan debu.
Karenanya, masyarakat dihimbau untuk menggunakan masker khusus yang mampu menahan partikel udara yang lebih kecil dari 10PM. Adapun masyarakat pula dihimbau untuk memperbanyak konsumsi air putih, vitamin c dan omega 3.
Bahaya dari paparan udara buruk memang tidak akan langsung dirasakan, melainkan baru akan diderita dalam waktu yang lama. Polusi secara signifikan mampu merusak jaringan dalam tubuh kita. dr. Agus Dwi Susanto, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia pun mengungkapkan bahwa dalam jangka panjang udara buruk dapat menurunkan fungsi dari paru-paru.
Dinas Kesehatan pun dalam laporannya menuliskan bahwa penderita penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) di Jakarta mulai dari tahun 2016 hingga 2018 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan angka kasus secara berturut-turut sebanyak 1,801,968 kasus (2016), 1.846.180 kasus (2017), dan 1.817.579 kasus (2018). Sedangkan dari Januari hingga Mei 2019 sudah ada 905.270 kasus ISPA di Jakarta. 40% penyebabnya adalah kualitas udara buruk sedangkan 60% lainnya disebabkan oleh faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor genetika.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat yang tinggal di wilayah dengan udara yang tidak sehat untuk menggunakan masker, menghindari aktivitas di luar ruangan terlalu banyak, menjaga nutrisi dan olahraga teratur. Mari bersama kita jaga lingkungan kita agar udara di ibu kota membaik!