Ritual Adat Yadnya Kasada Bromo
Fri, 13 Sep 2019Posted by AdminDianggap sebagai gunung suci oleh sebagian masyarakat suku Tengger, Gunung Bromo selalu mempunyai cerita tersendiri. Setiap tahunnya warga dikawasan kaki Gunung Bromo diempat kabupaten di Jawa Timur menggelar ritual adat, yakni ritual Yadnya Kasada.
Bagi masyarakat suku Tengger ritual Yadnya Kasada dianggap sebagai wujud rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh yang maha kuasa kepada warga dan semesta.
Puncak acara Yadnya Kasada digelar setiap bulan purnama, tanggal 14 bulan Kasada penanggalan Jawa suku Tengger.
Selain di Bromo, Pura Luhur Poten di Kaldera Gunung Bromo menjadi pusat pelaksanaan upacara Kasada. Di pura digelar upacara sakral untuk menyeleksi pemangku adat dari desa- desa yang dihuni masyarakat suku Tengger di empat kabupaten, yakni Probolinggo, Malang, Lumajang, dan Pasuruan. Sebelum terpilih prosesi Murunen atau pengujian berupa hafalan bacaan mantra harus dilakukan. Jika berhasil, warga tersebut terpilih untuk menjadi pemangku adat.
Baca juga: Batik Tulis Tenun Gedog
Sejarah Tengger dimulai sejak tahun 1100 hingga 1200 masehi, nama Tengger diambil dari penggalan dua suku kata. Yakni “Teng” dan “Ger”. Dua suku kata ini berasal dari nama leluhurnya yakni Roro Anteng dan Joko Seger. Menurut legenda Joko Seger dan Roro Anteng yang lama menikah belum mendapatkan keturunan. Usaha, doa dan semedi yang dilakukan tidak juga mendapatkan hasil. Suatu saat Joko Seger bersumpah akan melabuhkan anak terakhirnya jika mempunyai banyak keturunan, akhirnya yang ia mintapun dikabulkan, mereka dikaruniai 25 anak. Nama anak terakhir mereka diberikan nama Raden Hadi Kusuma,. Setelah anaknya dewasa, sang orang tua sekaan melupakan sumpahnya, lalu dengan tiba-tiba mereka dikejutkan oleh alam gunung Bromo yang mendadak gelap gulita dan bergemuruh. Raden Hadi Kusuma dengan seketika lenyap dan terbakar api dikawah Gunung Bromo. Bersamaan dengan peristiwa itu terdengar suara ghaib yang diduga Raden Hadi Kusuma. Ia menyatakan “Aku berkorban demi keselamatan warga Tengger”.
Setiap pergelaran upacara Yadnya Kasada selalu di sambut dengan suka cita. Sebelum puncak acara, warga suku Tengger sudah sibuk mempersiapkan perlengkapan ritual. Makanan dan hasil alam menjadi bagian wajib dari aneka sesaaji yang dipersembahkan. Sejumlah titik-titik suci tempat peribadatan umat Hindu Suku Tengger menjadi lokasi sesaji, doa dengan sepenuh hati dipanjatkan sebagai wujud rasa syukur dan harapan. Tidak hanya dipersembahkan hanya untuk leluhur, sebagian menu juga di hidangkan untuk dimakan bersama atau disebut Kauman.
Kemudian sesaji dilabuhkan kekawah Gunung Bromo berdasarkan kelompok atau desa dengan Ongkek. Ongkek adalah wadah dari kayu atau bambu sebagai tempat menaruh sesaji berupa hasil bumi suatu desa. Ongkek juga dilambangkan dengan keselamatan, maka dari itu ongkek wajib dibuat tetapi Ongkek tidak wajib dibuat jika ada salah satu warga desa yang terkena musibah.
Setiap sesaji yang ditaruh diongkek melambangkan siklus kehidupan manusia, mulai dari kelahiran, masa kehidupan hingga kematian, nantinya Ongkek juga ikut dilabukhkan ke awah gunung disaat puncak acara Yadnya Kasada.
Untuk menyambut kemeriahan ritual Yadnya Kasada, warga Tengger dikawasan kaki Gunung Bromo juga menghias rumah mereka dengan Penjor atau janur kuning. Dalam kepercayaan masyarakat tengger, penjor memilii makna filosofi sebagai pemberi kesejahteraan dan keselamatan bagi pemilik rumah.
Prosesi yang tidak boleh ketimggalan dalam Yadnya Kasada yaitu prosesi Mendak Tirta yaitu acara pengambilan air suci, lokasi pengambiln air suci berada di air terjun Madakaripura Desa Negororejo, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur.
Ingin tahu tayangan dan informasi lengkap lainnya? Lihat dalam program RAGAM INDONESIA tayang setiap Senin-Jumat pukul 07.00 WIB Hanya di TRANS7