Self-Coaching Baik Untuk Diri!
Sun, 30 Jan 2022Posted by AdminSukses dalam berkarir merupakan impian bagi setiap orang. Di era saat ini, kesuksesan tidak ditentukan dengan usia. Tidak harus menunggu pada usia 30 atau 40, banyak anak-anak muda yang usianya jauh di bawah 30 sudah berhasil mendapatkan kesuksesan.
Siapa yang tidak ingin mengenyam kesuksesan dan langsung pensiun pada usia muda? Sayangnya, keberadaan krisis, disrupsi, serta perubahan terus-menerus pada era volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA) saat ini membuat jalan menuju sukses tidak mulus bagi semua orang. Karena itulah, banyak lembaga berusaha mengembangkan program coaching untuk membantu para talent meraih kesuksesan.
Coaching, merupakan suatu proses yang dapat membantu diri, mengeksplorasi pilihan-pilihan baru, dan berani menerobos hambatan yang selama ini menghalangi. Akan tetapi, tidak semua talent dapat menarik manfaat positif dari coaching. Penyebabnya beragam, mulai dari tidak ada waktu yang tepat, biaya yang cukup tinggi, hingga tidak tersedia coach kompeten yang dapat mengembangkan program yang cocok dengan kebutuhan talent.
Dalam situasi seperti itu, ada baiknya kita meninjau dan memdefinisi coaching. Coaching tidak lagi sekadar sebuah kegiatan, tetapi menjadi suatu konsep pendekatan. Dengan mengambil konsep coaching sebagai suatu pendekatan, individu dapat mempelajari teknik-teknik yang digunakan oleh seorang coach dan membuatnya sebagai pilihan-pilihan untuk pengembangan dirinya sendiri.
Dalam pendekatan coaching, hal utama yang perlu dilakukan setiap coach atau calon coach adalah menguji pendekatan-pendekatan tersebut pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan dasar dari pembenahan diri. Dengan pendekatan ini, self-awareness kita akan meningkat. Kita pun merasa lebih self-sufficient.
Self-coaching adalah kemampuan kita untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri demi peningkatan self-awareness dan pengaktifan reaksi-reaksi positif. Setiap orang sebetulnya dapat melakukan coaching pada dirinya sendiri, terlepas dari pengalaman dan keahliannya.
Ada tiga keterampilan yang dapat dikembangkan. Keterampilan pertama adalah self-awareness. “Self-awareness doesn’t arise by accident. We make it happen.”
Kita bisa memulainya dengan membuat mind map. Tuliskan semua tantangan kita dengan pertanyaan-pertanyaan 5W 1H, yakni what, when, where, who, why, dan how.
Misalnya, ketika ingin meningkatkan kualitas relasi interpersonal kita, daftar pertanyaan tersebut bisa disusun sebagai berikut.
Who: Siapa target yang kita inginkan untuk membina hubungan lebih baik?
What: Hal-hal apa saja yang bisa mengganggu relasi ini? Apa kekurangan yang ada dalam diri kita dalam berhubungan dengan orang lain?
Langkah selanjutnya, kita perlu membedakan antara intent dan impact. Misalnya, seseorang yang terus-menerus gagal mengubah cara bekerja anak buahnya agar lebih sistematis perlu mempertanyakan apa intensi dirinya memberikan arahan tersebut dan apa dampak yang dirasakan oleh anak buahnya.
Keterampilan kedua adalah mengajukan pertanyaan. Banyak individu yang begitu mengajukan pertanyaan terasa menyudutkan atau “mengecilkan” orang lain. Di sinilah ia perlu berlatih untuk mengajukan pertanyaan efektif dan tetap berdampak positif, baik pada orang lain maupun pada dirinya sendiri.
Untuk itu, gunakan metode tiga O dalam mengajukan pertanyaan. O yang pertama adalah “Open”. Contohnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang dimulai dengan 5W 1H tadi.
Pertanyaan terbuka itu biasanya dapat mengeksplorasi diri kita lebih lanjut, O yang kedua adalah “Ownership”. Mengingat hal yang paling mudah dikendalikan adalah diri sendiri, kita perlu membiasakan diri untuk menjadikan diri sendiri sebagai subyek perubahan. Misalnya, kita bisa bertanya, “apa yang harus saya perbuat agar anak buah lebih rajin menepati deadline?”, ketimbang bertanya, “mengapa anak buah tidak bisa menepati deadline, padahal sudah ditegur berkali kali?”.
O yang ketiga adalah “One-at-a-time”. Kita tidak bisa membombardir diri kita dengan pertanyaan demi pertanyaan tanpa memberi kesempatan pada diri sendiri untuk mengelaborasi jawabannya. Prinsip coaching adalah elaborasi. Oleh karena itu, kita juga perlu bersabar untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri dan memikirkan jawabannya.
Keterampilan ketiga adalah mendengarkan diri sendiri. Pertanyaan yang diajukan harus dijawab sampai jelas melalui dialog yang seimbang. Bisa saja kita sendiri kaget dengan jawabannya karena terdapat hal-hal yang bertentangan dengan nurani sendiri ataupun kontradiksi antara jawaban yang satu dan yang lain. Teruslah berdialog sampai menemukan atau mengerucutkan masalah yang kita hadapi.
Bagian terbesar dari self-coaching adalah kemampuan mendengar diri sendiri. Kita semua memiliki dua sisi nurani, yaitu inner critic dan inner coach. Inner critic harus kita tanggapi. Hal yang tidak benar boleh kita sanggah. Kita pun perlu mencerna terlebih dahulu inner coach kita sebelum bertindak.