Benarkah Indonesia Sulit Menjadi Negara Maju? Berikut Penjelasannya!

Benarkah Indonesia Sulit Menjadi Negara Maju? Berikut Penjelasannya!

Tue, 19 Dec 2023Posted by Admin

Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa biaya hidup atau konsumsi rata-rata per rumah tangga per bulan di Indonesia telah melampaui besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) di beberapa wilayah, termasuk DKI Jakarta. 

SBH tahun 2022 mencatat bahwa biaya hidup di Jakarta mencapai Rp 14,88 juta per bulan, mengalami peningkatan dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya yang sebesar Rp 13,45 juta per bulan pada 2018. Jumlah tersebut jauh melebihi UMP, yang pada tahun 2024 diestimasikan sebesar Rp 5.067.381, naik sekitar 3,6% atau Rp 165.583 dari UMP 2023.

Ekonom Mohammad Faisal, yang juga Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, mengemukakan bahwa fakta tingginya biaya hidup yang terungkap dalam SBH BPS dibandingkan dengan UMP dapat membawa risiko terhadap perekonomian masyarakat. Salah satu risikonya adalah berkurangnya pendapatan yang dapat digunakan untuk belanja atau disposable income masyarakat.

"Terutama kalangan menengah ke bawah yang lebih rentan, lebih sensitif terhadap kenaikan harga pangan ini kemudian disposable incomenya berkurang," jelas Faisal.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, menambahkan bahwa masyarakat dihadapkan pada pilihan sulit ketika disposable income mereka turun. Segmen menengah ke bawah harus menggunakan tabungan pribadi, sementara segmen kelas bawah cenderung mencari utang. 

"Yang miris adalah segmen mayoritas masyarakat kita yang hidup dari satu paycheck ke paycheck lainya setiap bulan. Segmen ini tak punya tabungan. Mereka bergantung pada pendapatan bulanan, mingguan, dan harian. Itupun terkadang tak mencukupi. Sehingga solusinya, penggunaan kartu kredit, fasilitas paylater dan pinjol semakin marak," tegas Ronny saat ditanya media.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa kredit macet dari pinjaman daring atau pinjol mengalami peningkatan signifikan. Jumlah pinjaman macet yang belum terbayar selama lebih dari 90 hari mencapai Rp1,73 triliun pada akhir semester I/2023, mengalami kenaikan sebesar 54,90% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang sebesar Rp1,12 triliun.

Sebaliknya, pertumbuhan tabungan atau Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bulan Oktober 2023 hanya mengalami kenaikan sebesar 3,9% secara tahunan (YoY), angka yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan Oktober 2022 yang mencapai 9,41%. Bank Indonesia (BI) juga mencatat bahwa rasio simpanan terhadap pendapatan masyarakat pada bulan Oktober 2023 mencapai 15,7%, mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 19,8%.

Dalam konteks ini, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menekankan bahwa sulit bagi Indonesia untuk keluar dari middle income trap jika ketimpangan antara biaya hidup dan pendapatan terus menerus terjadi. 

Bhima menyarankan untuk menaikkan upah minimum sesuai dengan pengeluaran masyarakat dan menstabilkan harga secara berkelanjutan sebagai solusi untuk mengatasi masalah ini.

Selain itu, paradigma upah perlu diubah menjadi stimulus perekonomian, seiring dengan praktik yang umumnya dilakukan oleh negara maju yang meningkatkan upah kelas pekerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.