Wabah Antraks Serang Warga Gunungkidul, Kenali Awal Mula Hingga Gejalanya!

Wabah Antraks Serang Warga Gunungkidul, Kenali Awal Mula Hingga Gejalanya!

Fri, 07 Jul 2023Posted by Admin

Muncul kehebohan terkait kasus wabah antraks di Gunungkidul yang telah menelan korban jiwa dan mengidentifikasi sejumlah orang sebagai tersangka. Diketahui bahwa kasus antraks di Gunungkidul bermula setelah warga mengonsumsi daging sapi yang mati.

Berikut adalah beberapa fakta yang diketahui sejauh ini terkait kasus wabah antraks di Gunungkidul yang terjadi setelah warga mengonsumsi daging sapi yang mati:

Awal Mula Kasus

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul, Dewi Irawaty, mengungkapkan bahwa awalnya mereka mendapatkan laporan dari RSUP dr. Sardjito mengenai seorang pasien laki-laki berusia 73 tahun yang terinfeksi antraks pada tanggal 2 Juni. Pasien tersebut merupakan warga Pedukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul, dan kemudian meninggal dunia pada tanggal 4 Juni.

"Ketika ada laporan dari RSUP dr. Sardjito terkait orang yang meninggal karena antraks, kami langsung melakukan penelusuran. Pasien laki-laki berusia 73 tahun tersebut ikut menyembelih dan mengonsumsi daging ternak yang terpapar antraks," kata Dewi, pada Selasa (4/7/2023).

Jumlah Korban Meninggal dan Positif Antraks

Dinkes segera turun ke lapangan untuk melakukan penelusuran guna memastikan kebenarannya. Hasilnya, terdapat kasus warga yang meninggal karena antraks di Semanu, Gunungkidul. Selanjutnya, Dinkes mengambil sampel dari ratusan orang yang ikut menyembelih dan mengonsumsi daging sapi yang terpapar antraks.

"Setelah ada yang meninggal, kami melakukan penelusuran dan mencari tahu apakah ada yang bergejala. Kami mengambil sampel darah dari semua orang yang diduga terpapar antraks karena mengonsumsi daging tersebut. Terdapat 125 orang yang kontak dengan daging tersebut dan kami mengambil sampel darah mereka," ujar Dewi.

"Dari 125 orang tersebut, terdapat 85 orang yang positif terinfeksi antraks. Namun, hanya 18 orang yang mengalami gejala seperti luka, pembengkakan, diare, pusing, dan lain-lain," lanjut Dewi.

Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Gunungkidul, Sidig Hery Sukoco, mengatakan bahwa saat ini telah dilakukan pemeriksaan serologi terhadap ratusan warga Semanu. Hasilnya, jumlah warga yang terinfeksi antraks meningkat. Seropositif berarti memiliki antibodi terhadap patogen dalam darah.

"Sebanyak 143 orang telah menjalani pemeriksaan serologi, dan sebanyak 87 orang dinyatakan seropositif khusus untuk wilayah Candirejo. Saat ini, tidak ada warga yang mengalami gejala, semuanya dalam pemantauan dan dalam kondisi sehat," kata Sidig, pada Rabu (5/7/2023).

Warga Mengonsumsi Sapi Mati yang Telah Dikubur

Dalam kasus wabah antraks di Gunungkidul yang terkuak setelah kematian seorang warga berusia 73 tahun yang terinfeksi virus antraks, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul mengungkapkan bahwa korban sempat mengonsumsi daging sapi yang mati karena sakit pada bulan Mei yang lalu.

"Warga mengonsumsi tiga ekor sapi yang semuanya sakit dan mati," ujar Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, kepada wartawan di kantor Pemkab Gunungkidul, seperti yang dilansir oleh detikJateng, pada Rabu (5/7/2023).

Wibawanti menyebutkan bahwa warga menggali kuburan dan mengonsumsi daging sapi yang mati secara mendadak.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul, Retno Widyastuti, menyatakan bahwa pihaknya tidak menemukan adanya bangkai dari 12 ekor ternak yang terinfeksi antraks. Retno mengatakan bahwa kemungkinan ternak-ternak tersebut telah dikonsumsi oleh warga.

Tradisi Brandu Diduga sebagai Pemicu

Di sisi lain, Retno menjelaskan bahwa terdapat tradisi brandu yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat Gunungkidul yang diduga menjadi pemicu wabah. Tradisi ini melibatkan penyembelihan sapi yang sakit atau mendekati ajal, di mana dagingnya kemudian dijual dengan harga murah.

"Brandu merupakan tradisi di Gunungkidul dan ada berbagai jenisnya. Artinya, brandu tergantung pada penyebabnya dan kadang-kadang (ternak) dibrandu saat sakit menjelang ajal," katanya.

Menurutnya, tradisi brandu memiliki tujuan yang baik. Meskipun tujuan dari brandu adalah membantu sesama, Retno menilai bahwa jika ternak yang dibrandu mati mendadak akibat antraks, hal ini justru merugikan masyarakat karena akan menyebabkan penyebaran antraks.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati GunungGunungkidul, Heri Susanto, meminta kepada masyarakat agar tidak menyembelih ternak yang sakit, terlebih jika ternak tersebut mati secara mendadak. Mengingat salah satu penyebab penyebaran antraks adalah mengonsumsi daging ternak yang terinfeksi.

Penyakit Antraks

Antraks adalah penyakit bakterial akut yang dapat menular pada manusia dan hewan, disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Istilah "antraks" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "batu bara", mengacu pada perubahan warna kulit menjadi hitam pada korban yang terinfeksi. Antraks lebih sering menyerang hewan herbivora liar dan ternak.

Antraks merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditularkan antara hewan dan manusia, namun tidak dapat ditularkan antara manusia. Bakteri Bacillus anthracis sebagai penyebab antraks memiliki sifat gram positif, berbentuk batang, tidak bergerak, dan membentuk spora. Bakteri ini dapat berkembang dalam tubuh dan berubah menjadi spora saat berada di lingkungan luar tubuh. Spora ini dapat menyebar dengan cepat melalui air hujan.

Hewan ternak dapat terinfeksi antraks jika mereka memakan pakan atau minum air yang terkontaminasi spora atau jika spora tersebut mengenai luka pada tubuh hewan. Hewan yang terinfeksi dapat menularkan antraks ke hewan lain melalui cairan (eksudat) yang dikeluarkan oleh tubuhnya. Cairan ini dapat mencemari tanah di sekitarnya dan menjadi sumber wabah selanjutnya.

Gejala Antraks

Beberapa gejala antraks bergantung pada cara penularannya:

Antraks pada kulit akan menyebabkan munculnya benjolan pada permukaan kulit yang disertai rasa gatal. Benjolan ini sering terlihat di leher, lengan, dan wajah. Benjolan kemudian berubah menjadi borok dengan warna hitam tanpa disertai rasa nyeri.

Antraks juga dapat menyerang pencernaan, gejalanya meliputi mual, muntah, kesulitan menelan, sakit tenggorokan, penurunan nafsu makan, sakit perut, demam, sakit kepala, dan benjolan di leher. Gejala ini dapat berkembang menjadi diare dan bahkan buang air besar berdarah.

Dan terakhir, antraks pernapasan dengan gejala awal mirip dengan flu biasa, seperti demam, nyeri saat menelan, nyeri otot, dan mudah lelah.

Gejala lebih lanjut meliputi sesak napas hingga syok. Antraks pernapasan juga dapat menyebabkan peradangan pada selaput otak dan saraf tulang belakang.